satu langkah membawa perubahan, tetap membawa berkah dalam rangkulan sejarah

Kamis, 01 Maret 2012

Wayang dan Perpolitikan Di Indonesia


PENGARUH PERTUNJUKAN WAYANG DALAM DINAMIKA
POLITIK INDONESIA TAHUN 1966
(Sebuah Kajian singkat Memorandun DW. Ropa untuk W.W. Rostow)
oleh : Yonandha





            Wayang adalah Seni pertunjukan yang telah berusia lebih dari lima abad. Pertunjukan seni ini yang sudah meresap pada masyarakat indonesia  khususnya masyarakat jawa kala itu. Didalam cerita wayang terdapat pesan yang disampaikan dalam suatu kisah yang disajikan dalam sebuah pergelaran wayang. Kadang Pesan ini terselubung sehingga terdapat  pesan-pesan politik dari pemerintah yang ditujukan kepada masyarakat, maupun sebaliknya. Cerita wayang  bisa dikatakan fiktif seperti cerita ramayana sedangkan dinamika politik indonesia adalah nyata. Di tahun 1966 kondisi politik Indonesia tidak stabil dimana setelah dikeluarkanya SUPERSEMAR 1966 terjadi sebuah gerakan bertahap untuk menggantikan kekuasaan Sukarno. Contoh nyata adalah susunan kabinet baru Juli 1966 yang bisa dikatakan sebagai kekalahan Bung Karno. Kekuasaan bung karno semakin hilang dengan disingkirkannya kaki tanganya di pemerintah seperti Leimena, Roeslan Abdul Gani, Mulyadi Djojomartono, Dr Satrio dll. Kabinet baru ini justru menguatkan posisi Suharto. Suharto sebagai Ketua dan merangkap anggota Presidium dari lima menteri pertama, salah satu menterinya adalah Suharto sendiri sebagai Menteri Pertahanan dan keamanan. Dipertahankannya Adam Malik dan  Sultan HB semakin mengokohkan posisi Suharto yang juga sering disebut sebagai Trimuviat.
            Kembali lagi ke wayang, bahwa pernah terdapat sebuah keanehan ketika sebuah lakon wayang yang akan dipertunjukan kala itu tiba tiba diganti hanya karena takut menimbulkan sebuah persepsi tertentu mengenai langkah politik yang sedang ditempuh pemerintah. D.W Ropa (Staff Nasional Security Council)  mengatakan kepada W. W Rostow (Asisten Presiden Jhonson) bahwa Mistisisme Jawa sangat meresapi politik indonesia dan sangat mempengaruhi dinamika politik. Ada kecenderungan orang jawa sering mengkait kaitkan situasi politik yang sedang terjadi. Bisa dilihat saat Lima menit sebelum pertunjukan wayang pada bulan Juli 1966 yang akan menampilkan lakon sebenarnya, secara tiba tiba digagalkan karena izin dari polisi ditarik atas pertimbangan situsi politik yang sedang terjadi. Lakon yang sebenarnya ingin ditampilkan adalah “Kresna Duta” yang bercerita tentang usaha terakhir Pandawa untuk berdiplomatik dengan Raja Sujana (pihak Kurawa) dalam rangka mencapai kesepakatan atau penyelesaian secara damai pembagian kerajaan Ngastina. Sujana menyambut Kresna dengan baik hati tetapi disaat terakhir Perdana Mentri Sengkuni dan Menteri Luar Negri Durna mempengaruhi Raja Sujana untuk menyerang dan membunuh Kresna karena pada saat pembicaraan berakhir tidak menghasilkan apa apa. Tetapi Kresna yang berhasil lolos dan merencang peperanagan besar yang bernama Baratayudha Jayabinangun yang akhirnya berhasil membunuh para Kurawa.
            Menurut Prijono yang kala itu menjabat sebagai Mentri Koordinator Bidang Pendidikan dan Kebudayaan bahwa lakon yang seharusnya dimainkan gagal karena dapat mengundang berbagai macam kritikan terhadap perjalanan Adam Malik (Mentri Luar Negri Indonesia) ke Bangkok untuk menyelesaikan Konflik dengan Malaysia. Sebagai ganti dari lakon Kresna Duta maka ditampilkan lakon “Lahirnya Wisanggeni”. Wisanggeni adalah anak pertama Arjuna yang secara Politik identik dengan lahirnya kembali gerakan pelajar dan mahasiswa KAMI dengan generari 66  ( KAMI sempat dilarang Oleh Bung Karno). Lakon ini selanjutnya menjadi sering dimainkan di dalam pertunjukan wayang indonesia.
            Selain diatas masih banyak keterkaitan wayang dengan kehidupan politik di indonesia.  Seperti  burung Garuda lambang negara kita. Burung garuda berdekatan dengan burung elang Rajawali. Burung ini terdapat dalam lukisan di candi-candi Dieng yang dilukiskan sebagai manusia berparuh dan bersayap, lalu di candi Prambanan, dan Panataran berbentuk menyerupai raksasa, berparuh, bercakar dan berambut panjang.Didalam kisah wayang Garuda adalah raja burung. Berjamang dan dapat bertutur sebagai manusia. Kalau berperang, ia bisa menyerang dan mematuk musuhnya. Burung ini berjamang dengan garuda membelakang. Bermata telengan. Kendaraan untuk perang ini dapat juga membantu tuannya dalam melawan musuh. Tersebut dalam cerita, burung garuda kendaraan Pabu Bomanarakasura bernama Wilmuka dan berarti burung bermuka raksasa. Pelatuk burung itu bergigi dan kakinya berjalu. Kemudian Jika kita membaca Catatan Seorang Demonstran Soe hok gie, dalam demonstrasi 1965-1966, nama Subandrio dikaitkan dengan sosok pewayangan Dorna, lalu kisah presiden Suharto yang dikaitkan dengan lakon wayang Semar Mbangun Kahyangan menjadi cerita wayang yang laris manis di era Orde Baru

Tidak ada komentar:

Posting Komentar